Rabu, 27 Februari 2013

tetaplah bersama disini



Kalau yang ini ….:-)

Benar2 selalu menambah syukur setiap aktivitas ini. Walaupun hari ini sempat pusing karena salah satu pasien bekamnya luar biasa untuk dihadapi… tetap selalu ada pelajaran hikmah disana. Ada cerita beserta hikmah  yang tak akan pernah kudapati  jika aktivitas ini tak setia menemani hari2 indahku.
yaphzzz..
seperti kata salah seorang sahabatku. Semua kan indah jika tujuannya hanya untuk Yang Tercinta. My ALLAH… Rabbku, Rabb kita semua, Yang tak pernah sekalipun menyudut matakan kita. Kitanya saja yang terkadang alpa dan lalai untuk selalu mendekati-Nya. Astaghfirullah..

hari yang  barokah, seperti biasa kaki2 para muslimah yang hampir setiap hari berada dijalan dakwah iniJ ^_* akan kujumpai lagi. Ada yang beda lho? Selalu cinta yang terpancar dari wajah lelah mereka… uchh belum lagi jabatan tangannya yang lembut tapi gerakan atas bawah yang kuat menyiratkan salaman ala orang kaya kata salah seorang ustadz yang pernah kudengar:-) plus cupika cupiki yang jadi tradisi pengikat hati yang jika tak dilakukan rasanya ada yang kurang dari setiap pertemuan kami…. Lagi-lagi Subhanallah….:-)
Akhir-akhir ini Aku sering baca atau mendengar berita tentang kita )I(…
tentang dusta yang diselimuti oleh kemarukan… huaahhh…
benar-benar membimbangkan kawand
hari ini bersama mereka aku mendapat kekuatan baru itu…

Aku hanya ingin tetap disini mempercayai langkah perjuangan ini.
menepi lah bagi yang ingin menepi, terlelap lah bagi yang ingin lelap. Jalan ini akan tetap ditempuh oleh orang2 yang keyakinannya kuat, Bukan yg bimbang.
esok akan tetap ada yang akan menggarapnya dengan kondisi jiwa dan keimanan yang lebih kuat dari yang gugur.
mudah2an kita adalah barisan umat yang setia...Aamiin...

Sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini telah berpadu
berhimpun dalam naungan cintaMu
bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan
menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannya
kekalkanlah cintanya
tunjukilah jalan-jalannya
terangilah dengan cahayamu
yang tiada pernah padam
Ya Rabbi bimbinglah kami

Lapangkanlah dada kami
dengan karunia iman
dan indahnya tawakal padaMu
hidupkan dengan ma'rifatMu
matikan dalam syahid di jalan Mu
Engkaulah pelindung dan pembela


*untukmu ukhtiku sayang, aku masih ingin tetap bersamamu disini...






Kamis, 14 Februari 2013

yang bergelandangan:-)

 

Jikapun aku berniat menuliskan semuanya, mungkin tanganku akan lelah melayani keinginan otakku, yang berimajinasi tinggi tak mau mengikuti ritme ketukan jariku yang lelah menari di atas tombol-tombol hitam ini. Lelah-lelah bermegah
Aku mengenal awal jalan ini sekitar 6 tahun yang lalu, ntah itu benar-benar inginku atau Allah sengaja membiarkan aku bergelandangan mengikuti jalan ini, padahal sebelumnya aku sudah dibisikkan bahwa jalan ini jalan panjang, berliku, ada jurang, kiri kanannya hutan belantara yang bisa saja ada makhluk buas yang akan menerkamku tapi kata itu membius lagi “kamu tak sendiri, ada aku, dia, mereka dan kita yang akan selalu bersama-sama, dan kita ada dimana-mana”.

Sampai saat inipun Allah masih mengizinkanku untuk menyemat dalam-dalam kata bertahan itu, ah…yang jelas aku makin cinta pada semua ini. Tanpa ini semua aku tak akan pernah mengenal senyum ketika menginjak duri, yang seharusnya aku menjerit atau menangis seadanya memaparkan sakit dan ngilunya rasa ini. Atau bisa jadi kedip mataku akan berubah begitu saja tanpa ada tanda dan syarat yang seharusnya kujalani. Benar-benar anugerah, membiaskan sisa-sisa ragu yang sempat hilang timbul.

Setahun pertama bergelandangan, aku seperti tawanan perang di sebuah penjara suci di pelosok negeri kebingungan ini. Sebuah kota kecil yang cukup jauh dari desa kelahiranku, kota yang menuliskan sejarah pertamaku menjadi seorang gelandangan di jalan ini, gelandangan bernilai tentunya.
 


Padangsidimpuan nama kotanya disebelah selatan kota ini ada sekolah peradaban yang dengan segala perjuangan dan pengorbanan aku dizinkan Allah untuk bergelandangan disana, melanjutkan tholabul ‘ilmi diusia remajaku. Nama sekolahnya SMA NURUL ‘ILMI, disana aku mengenal banyak hal tentang hidup dan perjuangan. Wah, masa SMA yang luar biasa, mengharukan, sekaligus menyisakan pertanyaan dikepalaku  tentang kelanjutan jalan ini, tentang indahnya lingkaran kecil itu, tentang pesona guru-guru peradaban itu, tentang mulianya arti kumpulan receh-receh itu, tentang gesitnya menyusun jadwal-jadwal itu, tentang aku, dia, mereka dan kita. Semua lengkap dan menjadikan aku percaya untuk melanjutkan perjalanan ini, harapannya aku jadi gelandangan yang tak jatuh bangun setiap adanya kebuntuan. 

Tuntas sudah masa remajaku, tiga tahun berlalu. Aku melanjutkan kuliahku disini bersamamu, bersama mereka, bersama gelandangan-gelandangan lainnya. Terbitlah kembali kedipan itu, terasa menyulap anggapan bodohku tentang perjuangan kampus. Ternyata disini lebih menantang! waw!!!  Segalanya ada disini. Yang cantik yang sholeha atau yang cantik tapi tak sholeha silih berganti menyapaku. Seolah menawarkan pilihan-pilihan ganjil yang setidaknya mengedipkan mataku lebih dari satu kali. Aku pilih melanjutkan jalan yang telah kutelusuri dulu.


Tentu berbeda suhunya dari masa SMA, sekarang aku menjadi mahasiswa di pendidikan Fisika. Beberapa hari jadi mahasiswa, aku telah mengenal bagian tepi garapan ini. Memasuki sebuah gerbang tarbiyah di Ukmi Fakultasku “Al-MAIDAN FKIP UR”, sebuah peluang yang tak mungkin kusia-siakan. Bertemu gelandangan-gelandangan yang menurutku luar biasa hebatnya. Nuansanya Asri, lembut, tapi meyakinkan. Benar-benar bertemu para gelandangan yang mengulur pikir dan semangat mengikuti ritual sang Umar Bakri. Terasa membahana di relung hatiku “selamat datang di kampus keguruan, kampus tarbiyah. Segera memantapkan diri bergelandangan disini”.


Menjadi staf divisi kaderisasi di Al-Maidan menyisakan kenangan yang sampai sekarang membuatku yakin dengan prinsif estafet, mereka mengajarkanku arti disiplin, arti kerjasama, arti kesiagaan dan cara meneropong bintang2 penerus sebagai pewaris kerja-kerja rumit ini. Disini aku kembali menemukan wajah-wajah optimis, genggaman tangan mereka, sentuhan, serta harapan yang senantiasa mereka bisikkan pada kami gelandangan baru di kampus ini. Setahun di Al-maidan cukup menjadi jimat ampuh untuk menepis keraguanku tentang kehebohan di jalan ini. Ada yang lebih menarik menurutku ketika itu, ketika aku di tarik jadi sang negarawan di tengah badai dan krisis figur negarawan di negeri ini. Sesuatu yang sangat luar biasa, mengobarkan jiwa pemberontakku. Maka makin cintalah aku disini, bersama pegelandang lainnya.

Tahun-tahun berikutnya, aku tak lagi gelandangan yang selalu ingin diperhatikan. Kata “kakak”ku aku yang harus memperhatikan, aku yang harus tanggap dan peduli dengan semua ini. Tak ada masa buat memikirkan diri sendiri lagi. Kalau masalah jilbab yang kurang lebar, kaus kaki yang menerawang atau baju yang tak menutup batas pandang bukan lagi pembahasanku, seharusnya masa-masa itu bukan lagi jadi kegalauan buatku. Sudah harus naik tingkat katanya…hmhm… memang benar. 

Sekarang sisa hariku di kampus ini lebih sedikit dari waktu yang telah kuhabiskan. Kemaren baru saja aku mengisi KRS. Kau tahu kawan? Disana tlah ada tertulis kata-kata “ SKRIPSI, 4 SKS”… ckck… itu berarti bukan masa belia lagi, mudah-mudahan saja ini semester terakhir aku mengisi KRS. Aamiin… Ibu dan ayahku sudah tak sabar mendampingi putri sulungnya menggunakan toga. Itu yang kutangkap dari percakapanku dengan ayah beberapa hari yang lalu.
Yang menjadi catatan indah bagiku di sela-sela aktivitas ini adalah cinta dan ketahanan. Karena cintalah aku kuat bertahan disini, bertahan menjadi gelandangan cinta. Cinta itu dari-Nya, DIA yang selalu menjadi tujuan para gelandangan jalan ini. Cinta-Nyalah yang menyatukan aku dengan ranah adil ini. Cinta yang terkadang juga sering kuabaikan karena kealfaanku. Tapi tak apa kawan, aku tetap merasa beruntung, tetap merasa sangat bersyukur terjerat di jalan ini. Setidaknya setiap ayahku menelpon dari tanah batak sana ada berita baruku yang selalu jadi bahan perdebatanku dengannya. Karena dari kecil ayahku sering berdoa agar putri sulungnya kelak jadi anak kuat, kuat membaca dan menanggapi permasalahan di sekitarku. Itu sebabnya ayah paling suka mengajakku berdiskusi tentang semua permasalahan negeri ini. Dan ayahku bilang aku makin bandel dan tetap tak mau kalah. Walau dengan menangis sekalipun, aku akan selalu mendebatnya, mempertahankan isi otakku dari banyaknya asupan perjalanan kita di depannya. Hingga waktu itu ayahku menepuk bahuku dan berkata “ yang ini baru benar-benar anak ayah, kuat dan tak mau mengalah dalam keburukan”. Yach… bagiku banyak hal yang berarti dalam cerita ini.
 

Untuk semua para gelandangan yang pernah Allah kenalkan padaku “ aku mencintai kalian karena-Nya”. kalian yang rela menghabiskan waktu demi kebaikan, mengesampingkan kemanjaan fisik demi tujuan ini, demi proyek-proyek ini. Betapa beruntungnya aku berada diantara kalian. Tak ada yang tersia dari semua ini. Jika pun kita sering salah sudah menjadi sunnatullah sebagai manusia biasa yang hidup di akhir zaman. Moga Rasul kita setia menunggu persilaan kita dengannya disana, di tempat para syuhada dan pengembara keadilan agama ini. Islam yang begitu indah ini.
Semua karena keistiqomahan, kebersamaan, dan bulir-bulir cinta yang setiap detik dikirimkan-Nya untukku, untukmu, untuk mereka dan untuk kita semua hingga kita kuat dan tetap ikhlas bergelandangan bersama disini, di jalan dakwah ini.

 Sepenuh cinta:-)
(Sarika Lubis, yang bergelandangan di jalan dakwah)