sepotong kalimat ini kan slalu kusimpan rapi biarkan bertahta di singgasana nuraniku, terpilin kuat di serat-serat qalbuku adalah Sang Penganugrah yang mengijabah celahnya,,,
Minggu, 29 April 2012
Kamis, 26 April 2012
Harapan terselip di sini
Iqbal Hanafi Lubis,
"seperti biasa... dialah yg paling setia menunggu kepulanganku di rumah.
"kapan kakak pulang mak"
"hari ni mak dah ada nelpon kakak?"
...
sosok kuat yang paling aku idolakan setelah papa...ya... dia... jagoan kami... si pendiam yang udah punya penghasilan saat ini. memilih gak mau lanjut kuliah buat sementara waktu.
"kak, aku gak pengen kuliah rasanya.... sarupo doi. bahat ndi kak sarjana lek supir motor maia... pa holas-holas roha alak umak do hurasa pola soni i...lagian ntik kalau aku mau kuliah ndak mau biaya dari papa dan mak kak. jadi tahun ini aku mau ngumpulin uang dulu kak" ini jawabannya jika kutanyai mengapa ndak kuliah...
dari kecil. dia memang seperti ini, kalau masih bisa sendiri ndak bakalan mau minta tolong. menurut papa, adikku ini memang sosok pekerja keras, dan sangat perhatian.bagaimana tidak??
yang lebih sering ngingatin papa buat uang bulanan si jaya di asrama aja dia. atau di ujung pembicaraannya di telpon pasti nanyain " cukup dope epeng ni kakak? pala nada so ukirim kak.
atau kebiasaannya setiap akhir minggu mengisi pulsaku... kadang juga terkejut. siapa la yang salah ngirim pulsa ni.tiba2 ja da sms masuk setelah sms pulsa tu
"kak... pulsanya dah masuk??"
sekali lagi kutulis catatan kebanggaanku padamu adik luar biasa.!!!
kau memang pantas jadi orang hebat suatu hari nanti,,,
Semar Wijaya Lubis... yang ini gak kalah prestasinya, prestasi yang mengharuskan papa sering terbang2 dari kampung ke kota, buat urusan kaki sakit atau terkilir abis main bola.atau kedapatan bertingkah ala anak asrama NI.. hahaha... tapi ndak apalah dek,,, kakak tetap sayang dan bangga pada adik yang super duper ganteng ni. setidaknya masih sangat penurutlah walau hanya di depan kakak... jika ditanya hapalan, agak malu2 ni..dulu waktu kelas satu esempe paling rajin ni muroja'ah di rumah pas pulang kampung. sekarang???
"man, hapalan dah sampe juz berapa dek?"
sekarang jawabannya gini ni ...
"patenang kakak ma disi..."
"ah...biado lakna ikhwan antah berantah on...."
palingan dijawabnya sambil nyindir...
"aku bukan golongan rohis kak... aku pembangkangnya di asrama"
lalu ku balas.."bah mantaf ate...ubama golongan orang2 keren ko disii dek?"
pasti akan di akhirinya percakapan ini...
"madung me kak... natagi kakak da... dor namangarsak..."
hahaha
ntah apapun yang sering terjadi padamu, kakak masih yakin itu bagian dari proses, tetap semangat,
hantamlah apa yang bisa kau lakukan dk...
kakak tetap berharap lebih padamu... miss u dinda sholeh!!!
besok2 kita muroja'ah bareng lagi ya seperti 3 tahun yang lalu...heheh
met UN... SUKSESS coyyyyy...^_*
Rabu, 25 April 2012
intinya aku bahagia di jalan kita ini... ukhtiku sayang..
aghhhh... debat... debat kita.
yang membuat semua orang heran dengan kejogalan(red: mada, bandel, takkang dan sejenisnya) kita.
pernah pertanyaan ini terlontar begitu saja padamu ketika itu. ketika jam malam untuk kategori akhwat sholeha sudah habis, tapi dengan gaya tak bersalahku mengajakmu jajo malam itu...
tepat pukul 11.30 malam ibu jualan nasi goreng itu masih bersedia menghidangkan menu yang saat itu begitu nikmat...setidaknya pas lah buat pencari nafkah yang luntang lantung seperti kita...^_*
"Ris.... siapa akhwat terjogal di Unri ini?"
jawabanmu masih tenang...," kita ika..."
"lalu... siapa lagi akhwat yang sering lari jalur...(masih syar'i koq)?"
"kita ka"
"lalu siapa kita?" tanyaku lagi..
"kitaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... kitaaaaaaaaaaaa.... apa adanya ika!!!" ucapmu...huftttt...
tapi setidak2nya aku masih bisa teriak2 nanyain sisa uangmu hari ini buat makan siang atau beli CapCin idola kita...
udah la dulu ya nduk....
dah mau masuk aku ha... besok2 mu yang ngelanjutin ini... tentang kisah kita dimana2... banyak lagi...
love u sholiha..
atas rasa bersalahku...hikssss
tetaplah jadi si tenang yang tegar seperti yang ku kenal..
Sabtu, 21 April 2012
sebentar lagi kan sampai
Seolah
kan sampai namun tak diyakini
Ingin
kuhentikan ombak pertikaian hati
Namun
dia tak terhenti
Ataukah
ku coba saja tuk menumpang buih
Teryakini
kan sampai menuju sana
Di seberang rindu tak terlunta
Tentram
sejenak, kemudian retak oleh sang ombak
Sekali lagi timbul tanya di balutan seruni keadaan
Ah...
mungkin sudah berbaur dengan kedalaman asa
Mudah-mudahan
tak sempurna karna itu memang tak indah
Buih
ini kan kutumpangi hingga larut
Sampai kuyakin walaupun kan pecah di tengah
pemastian
Bersama
iringan dedaunan hanyut yang terkadang menyinggung
Duhai hati bertahanlah
Sebentar
lagi kan sampai...
Kamis, 19 April 2012
boru panggoaran (episode 3)
Sehari saja mungkin sangat berbekas, saat ini aku ingin memandang bentuk cinta itu, ingin memanggil sebutan cinta itu, ingin memeluk bentuk cinta itu, tersandar damai seperti 20 tahun lalu menumpang di rumah damainya. rumah dengan satu atap, satu jendela, satu pintu, satu lantai. berpadu... semauku melukis dan menyemai bahagia di sana...yaph... rahim damai itu...milikmu ibu...
merindumu... sempurna, tertaut dalam serat-serat haru yang tak mampu lagi ku perluas
tak mengerti apa yang akan tersimpul... menderu, bergabung dalam sebentuk amarah yang mungkin kau pun rasakan. namun sekali lagi, kau begitu pandai menyimpan hal seperti ini jika ini pernah terjadi padamu...
dan sekarang kucoba, aku mampu ibu, mampu dengan melampirkan notasi arahan seperti yang kau bisikkan dulu.
ibu... aku mampu... tapi tak merasakan sederhananya anggukan banggamu saat ini... aku ingin itu ibu...
dan kembali suara cintamu terbias begitu saja, menyemat dan ternyata mampu merangkul banggamu di mimbar khayalku. yach... aku merasakan banggamu ibu...
merindumu... melemparkan keras bathinku untuk beranjak dari tol yang tak bertujuan ini, menarik segenap kusutnya wajah jenuhku tuk membuka jendela hari ini dengan penuh cinta.. sesayarat makna yang terbisik olehmu beberapa bulan yang lalu... ibu... kau tahu, aku ridu
merindumu... memaksaku tuk mengusap kaca berdebu itu, selembut pintamu, selihai jemarimu ketika menyuguhkan sajian kasih untukku, dengan itu aku tak terpaksa lagi ibu,
aku rindu... setinggi rindu pada nyanyian kecil kita saat itu, di rumah kecil kita, rumah yang setiap sudutnya kutemukan ombak-ombak damai disana, kurasakan udara damai, kutemui wajah-wajah damai, semua damai... ibu aku rindu.
merindumu...merangkai serpihan kecewaku semalam, mengubah gundahku kemarin, melerai emosiku seminggu yang lalu, dan bahkan memaksaku membiarkan ubahan waktu kembali ke episode lama... seperti relatifnya perhitungan waktu mereka. begitu saja bu...
dan kuhitung deretan angka penunjuk waktu ini, kusabarkan hati yang hampir tak lagi sejalan dengan inginku... meyakinkan diri.. sebentar lagi kan temui wajah damaimu di istana damai kita.... ibu sayang.... aku mencintaimu sesempurna cintamu, :)
merindumu... sempurna, tertaut dalam serat-serat haru yang tak mampu lagi ku perluas
tak mengerti apa yang akan tersimpul... menderu, bergabung dalam sebentuk amarah yang mungkin kau pun rasakan. namun sekali lagi, kau begitu pandai menyimpan hal seperti ini jika ini pernah terjadi padamu...
dan sekarang kucoba, aku mampu ibu, mampu dengan melampirkan notasi arahan seperti yang kau bisikkan dulu.
ibu... aku mampu... tapi tak merasakan sederhananya anggukan banggamu saat ini... aku ingin itu ibu...
dan kembali suara cintamu terbias begitu saja, menyemat dan ternyata mampu merangkul banggamu di mimbar khayalku. yach... aku merasakan banggamu ibu...
merindumu... melemparkan keras bathinku untuk beranjak dari tol yang tak bertujuan ini, menarik segenap kusutnya wajah jenuhku tuk membuka jendela hari ini dengan penuh cinta.. sesayarat makna yang terbisik olehmu beberapa bulan yang lalu... ibu... kau tahu, aku ridu
merindumu... memaksaku tuk mengusap kaca berdebu itu, selembut pintamu, selihai jemarimu ketika menyuguhkan sajian kasih untukku, dengan itu aku tak terpaksa lagi ibu,
aku rindu... setinggi rindu pada nyanyian kecil kita saat itu, di rumah kecil kita, rumah yang setiap sudutnya kutemukan ombak-ombak damai disana, kurasakan udara damai, kutemui wajah-wajah damai, semua damai... ibu aku rindu.
merindumu...merangkai serpihan kecewaku semalam, mengubah gundahku kemarin, melerai emosiku seminggu yang lalu, dan bahkan memaksaku membiarkan ubahan waktu kembali ke episode lama... seperti relatifnya perhitungan waktu mereka. begitu saja bu...
dan kuhitung deretan angka penunjuk waktu ini, kusabarkan hati yang hampir tak lagi sejalan dengan inginku... meyakinkan diri.. sebentar lagi kan temui wajah damaimu di istana damai kita.... ibu sayang.... aku mencintaimu sesempurna cintamu, :)
Langganan:
Postingan (Atom)